Di Atas Bukit, di Antara Butir Padi yang Terbakar



: Catatan Trauma Healing, Anak-anak Kp. Cisaban 2

Minggu (18/6) adalah hari yang kami sepakati untuk menunaikan tugas di Kp. Cisaban 2, Baduy Luar, sebagai wujud dari aksi solidaritas komunitas-komunitas di Serang untuk warga Baduy. Tentu saja, ini pun wujud dari sikap kami untuk tetap menggalang dana, meskipun Bupati Lebak sudah memutuskan menutup segala donasi untuk warga yang kampungnya kebakaran itu.

Sejak Sabtu (17/6) siang, logistik untuk keperluan disiapkan. Kami sepakat, hasil donasi yang kami kumpulkan ini memang akan diposkan untuk trauma healing anak-anak Kp. Cisaban 2 dan supporting ritual adat. Kami menyiapkan untuk trauma healing terlebih dahulu, karena perkiraan kami dari info yang kami dapatkan, ritual adat akan diselenggarakan setelah kampung kembali ke sedia kala.

Minggu pagi, kami berdelapan berangkat dengan komposisi 3 motor dan 1 mobil ambulance untuk mengangkut logistik dan lainnya. Pukul 06.00 kendaraan sudah membelah jalan menuju Cisaban dengan tujuan awal menjemput guide kami, Kang Jamal di titik penjemputan di Babakan Jati.
Sekitar pukul 08.00, kami sudah bertemu Kang Jamal. Beristirahat dahulu di saungnya dan membicarakan hal-hal tentang Baduy, karena Kang Jamal sendiri merupakan orang Baduy yang menggarap huma sistem bagi hasil dengan pemilik aslinya. Di saung kecil itu, dia tinggal bersama dua anak dan istrinya. Tentu saja, di waktu tertentu mereka pun pulang ke kampungnya di daerah Gajebo sana.

Setelah beristirahat, karena hampir semua relawan tidak tidur, sekitar pukul 12-an kami pun melanjutkan perjalanan. Perkiraan kami, dari saung itu perjalanan tinggal sebentar lagi. Tapi ternyata lagu original soundtrack Ninja Hatori pun bisa diulang ribuan kali saking jauhnya perjalanan dan terjalnya medan.

Kami sampai di kampung terakhir sekitar pukul 3 sore. Dibantu warga Cisaban 2, ibu-ibu dan bapak-bapaknya kami mengangkut logistik. Gerimis menyambut di perjalanan. Seorang warga Cisaban yang turun untuk mengambil kayu dengan baik hati mengambilkan payung daun pisang. Perjalanan tetap dilanjutkan, meskipun hujan semakin deras dan jalan tanjakan menuju Cisaban begitu tinggi dan licin.

Sesampainya di kampung yang tidak terdampak kebakaran, saya langsung menghempaskan tubuh di amben warga. Tentu setelah meminta izin pada warga yang sedang menyiapkan hajatan sundatan. Ada 8 anak laki-laki dan anak perempuan yang akan disundatan. Ritual dilakukan hari ini dan keesokan harinya.

Mendengar kabar itu, membuat semangat saya kembali. Lelah karena menanjak, rasanya hilang begitu saja dan berganti dengan semoga. Semoga bisa mengambil gambar saat ritual sundatan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Karena ritual ini private dan tidak boleh ada kamera yang menyala. Dan ternyata perkiraan saya benar. Tidak boleh ada kamera, hanya boleh direkam dengan mata. Tapi syukurlah, informasi prosesi bisa didapatkan.

Setelah beristirahat dan melihat prosesi pra sundatan, kami melanjutkan perjalanan ke Cisaban 2 yang letaknya di atas kampung tempat kami menginap ini. Tenda biru berlogo Kementerian Sosial menaungi gubuk-gubuk yang di bekas kebakaran. Ada sedih, haru, menyaksikan kampung yang sedang dibangun kembali ini. Ada banyak bulir padi yang terbakar di tanah yang becek itu.
Sambil bersilaturahmi dengan warga, kami mencari dan mengumpulkan anak-anak. Hampir kami putus asa melihat tidak adanya anak-anak di sini, karena sebagian anak-anak masih berada di kampung di bawah menyaksikan ritual sundatan. Setelah menjemput ke gubuk kecil mereka, akhirnya anak-anak berkumpul di lapangan kecil di depan posko utama.

Balon menjadi penarik perhatian mereka. Perkenalan dan permainan pun dimulai. Banyak perbedaan permainan kali ini dengan permainan di trauma healing di daerah lain. Bahasa, cara bermain dan permainan yang dimainkan pun berbeda. Kami menggunakan bahasa ibu untuk memandu.
Seketika, keriuhan pun dimulai. Anak-anak semakin banyak yang bergabung. Permainan seperti Samson and Delillah, Dor Tembak, Musang dan Pohon, Ular-ularan dan permainan lainnya kami hadirkan. Kami bermain hingga matahari pulang ke balik bukit di Barat dan ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta pelemparan balon ke udara.

Seusai bermain, hadiah kecil sebagai ucapan terima kasih pada anak-anak yang ikut bermain dan balita yang tidak ikut bermain dibagikan. Anak-anak sebagian pulang, sebagian lagi bermain di sekitar kami. Sementara kami mengobrol dengan warga.

Ada banyak bantuan yang datang. Itu adalah kabar yang paling menggembirakan. Solidaritas warga Indonesia memang patut diacungi jempol. Logistik untuk keperluan dapur terpenuhi, pakaian adat, kain dan lainnya juga banyak. 

Hanya saja, dan ini bisa menjadi catatan buat Anda yang masih bersiap membantu warga Kp. Cisaban 2, kebutuhan yang sekarang urgent adalah peralatan untuk membangun rumah seperti paku, palu, gergaji, dan lainnya. Urgensi ini berada di level paling atas. Selain untuk membantu mendirikan rumah kembali, juga untuk memenuhi target 3 bulan perkampungan ini hidup kembali.

Hal ini berhubungan dengan dana yang dikucurkan Kementerian Sosial sebesar 2,41 Milyar itu. Saat ini, dana untuk membangun rumah baru dikucurkan 15jt dari total 50jt per- Kepala Keluarga untuk keperluan membangun rumah. 3 bulan merupakan syarat utama untuk mendapatkan 100% dana itu. Jika melebihi dari 3 bulan, maka yang cair hanya 75% saja. Bayangkan, membangun rumah dengan 50jt saja masih kurang, belum ditambah kerugian, harus dipotong pula. Siapa yang tega?

Setelah ngobrol, kami pamit menuju tempat menginap untuk berbuka puasa dan membersihkan diri. Adzan Maghrib sayup-sayup terdengar dari kampung di bawah sana. Beberapa relawan yang berpuasa berbuka dan setelahnya tiga orang relawan pamit untuk pulang. Gelap dan curamnya jalan diabaikan, karena pekerjaan menunggu di hari Senin. Sementara yang masih tinggal, terus membersihkan diri. Mengganti pakaian di badan yang tadi kebahasan hingga kering lagi, mengobrol, tidur dan lain sebagainya.

Seusai makan malam yang disediakan si empunya rumah, masih keluarga Kang Jamal, kami melanjutkan mengobrol dan bersenda gurau. Sebagian lain melanjutkan tidur setelah menegak pil pereda sakit kepala, pereda sakit dan pereda masuk angin. 

Setelah menegak pil pereda sakit, saya pun memutuskan menggelung diri dalam selimut yang dipinjamkan dan tidur. Istirahat pertama ini dilakukan sampai saya dibangunkan suara degung di luar. Panggung kecil tempat hiburan yang sundatan posisinya ada di atas rumah ini.

Saya, Kang Alit dan Erik keluar untuk menonton. Hiburan yang disuguhkan tidak jauh berbeda dengan hiburan di tempat lain. Pemain musik seperti penggesek rebab, penabug gong, dan lainnya berada di sisi kiri panggung. Dua orang penyanyi perempuan duduk di antaranya. Bedanya, para penyanyi ini tidak semenor penyanyi di luar sana. Mereka mengenakan kebaya dan kain adat dan nyaris tidak ada riasan di wajah. 

Para penonton pun tampak tertib memfokuskan mata ke panggung. Tidak ada yang bergerombol di pojokan sambil menegak anggur, berpacaran dan lainnya.

Tembang-tembang pun dinyanyikan. Mulai dari kidung sunda, hingga lagu dangdut populer. Request lagu sambil menari bersama di atas panggung, menyawer, menjadi tontonan mengasyikan.
Kami pun tidak mau ketinggalan turut melemparkan saweran, bertepuk tangan dan agaknya heboh sendiri. Karena kemudian kami menjadi pusat perhatian penonton lainnya. Dasar kampungan.

Setelah merasa cukup bahagia, kami memutuskan kembali tidur hingga waktu sahur datang.

Seusai sahur, saya memutuskan tidak tidur melainkan duduk di amben depan, berkeliling kampung, mandi di tampian bersama warga, bercanda dengan anak-anak, dan aktivitas lainnya.

Agak siang, kami beriringan kembali ke Kampung Cisaban 2. Kali ini tujuannya membuatkan kopi untuk warga yang sedang bekerja dan bermain bersama anak-anak mulai dari main bal (bola) dan congklak. Hampir satu jam kami bermain sebelum akhirnya pamit untuk bersiap pulang.

Selanjutnya, kami akan datang kembali untuk supporting Ruwatan Kampung. Kebutuhan ruwatan sudah dicatat dan tinggal menunggu kampung Cisaban 2 kembali ke sedia kala. Aih, tentu saja tidak menutup kemungkinan kami akan segera kembali bila Anda mau ikut iuran paku dan perkakas membangun rumah. Karena...,
Kita semua Indonesia..
Kita semua bahagia...

Salam

#KomunitasRelawanBanten, #LaboratoriumBantenGirang, #KebonSora, #Kandaka, #PantomimSerang, #Gesbica, #volunteer, #Serang, #Cilegon, #Indonesia

You Might Also Like

0 Comments